Description
|
Kemiskinan dan ketahanan pangan merupakan masalah krusial bagi Indonesia saat ini. Reformasi sektor pertanian untuk memperkuat ketahahnan pangan dan mempercepat pengentasan kemiskinan dapat dilakukan dengan memperkuat petani dan menciptakan pasar perdesaan yang efisien. Penelitian ini bertujuan untuk menyusun model kebijakan guna mempercepat pengentasan kemiskinan melalui penguatan ketahanan pangan. Penelitian dilakukan selama tiga tahun (2009-2011) dengan pendekatan ekonomi pembangunan dan kebijakan publik di sektor pertanian. Sektor pertanian yang dianalisis adalah rumah tangga petani dan petani produsen (penggarap), serta kelembagaan sarana produksi, produksi, dan pemasaran. Lokasi penelitian tahun pertama di Provinsi Jawa Barat (Kabupaten Bandung), Jawa Tengah (Kabupaten Sukoharjo), dan Jawa Timur (Kabupaten Sidoarjo); tahun kedua di Provinsi SulawesiSelatan (Kabupaten Jeneponto), dan Nusa Tenggara Timur (Kabupaten Kupang); tahun ketiga dipilih Provinsi Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur sebagai representasi wilayah penelitian tahun pertama dan kedua. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara mendalam, meliputi pandangan dan harapan masyarakat terhadap model kebijakan pemerintah daerah,khususnya yang berkaitan dengan aspek ketahanan pangan. Adapun untuk data sekunder meliputi data yang berkaitan dengan indikator ekonomi diperoleh dari instansi pemerintah pusat (BPS, Bulog, BMKG, dan Departemen Pertanian) dan daerah tingkat provinsi dan kabupaten (Dinas Pertanian, Badan Ketahanan Pangan, BMKGDaerah, BPS Provinsidan Kabupaten), serta dari petani. Hasil penelitian terkait arah kebijakan bagi penguatan ketahanan pangan yang mendorong upaya pengurangan kemiskinan petanimenunjukkan bahwa dalam mengimplementasikan sinergi kebijakan perlu harmonisasi antara peran pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat dalam suatu tata kelola kelembagaan penguatan ketahanan pangan dan pengurangan kemiskinan. Desentralisasi ekonomi yang dilaksanakan sejak tahun2001 memengaruhi peran pemerintah, baik pusat maupun daerah sehingga diperlukan proses trasformasi sektor pertanian secara utuh, yaitu 1) pemerintah pusat menyediakan dan memperbaiki infrastruktur dasar yang diperlukan bagi pembangunan pertanian, 2) pemerintah daerah memperkuat pasar sebagai media yang mempertemukan transaksi pertanian sektor hulu dan hilir, dan 3) pemerintah pusat dan daerah bekerja sama dengan pelaku ekonomi swasta untuk mengeksekusi kegiatan lanjutan di sektor pertanian (pemasaran dan pengolahan komoditas pertanian) agar memiliki keterkaitan dengan sektor nonpertanian. Kebijakan dalam pengurangan kemiskinan mencakup lima komponen, yaitu 1) jaring pengaman sosial pertanian, selain melalui program cash dan unconditional transfer (bantuan langsung tunai, jamkesmas, bantuan pendidikan gratis, dan raskin) juga perlu bantuan langsung bagi aktivitas usaha tani petani miskin melalui program asuransi pertanian, bantuan langsung modal kerja, penyuluhan, dan bantuan sarana produksi; 2) penguatan kelembagaan sarana dan prasarana pertanian disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing wilayah; 3) penguatan kelembagaan produksi pertanian, yaitu dengan peningkatan kapasitas produksi melalui penyediaan bibit unggul, pupuk, obat-obatan, pemanfaatan iptek bidang pertanian sesuai kebutuhan masyarakat setempat dan disosialisasikan kepada masyarakat melalui penyuluh/ pendamping lapangan pertanian; 4) penguatan kelembagaan distribusi dan pemasaran hasil pertanian melalui peningkatan kuantitas dan kualitas produk pertanian (pemanenan, penanganan pascapanen,dan pengolahan produk yang baik sehingga layak dikonsumsi) dan menjaga stabilitas harga pangan di tingkat produsen dan konsumen dengan informasi pasar yang memadai serta jaminan pemasaran bagi produk yang dihasilkan petani; 5) perbaikan pangan dan gizi serta pemberdayaan keluarga petani miskindengan memanfaatkan keragaman pangan lokal dan meningkatkan efisiensi dan efektivitas intervensi bantuan atau subsidi pangan kepada golongan masyarakat miskin serta menciptakan sumber ekonomi produktif. Selanjutnya, penguatan kelembagaan diimplementasikan hingga kelembagaan masyarakat di tingkat perdesaan dan diarahkan pada target dan sasaran petani sesuai kluster tipologi petani berdasarkan penguasaan lahan (1 ha, 0,3-1 ha, 0,3 ha, penggarap/gurem). Dalam hal ini, pengurangan kemiskinan tidak diukur dari kemampuan petani bergeser dari tuna lahan menjadi pemilik lahan, tetapi pada kemampuan untuk memperbaiki taraf hidunya. Adapun aktivitas pertanian pada kelompok petani nonmiskin diarahkan pada strategi industrialisasi pertanian agar dapat menjadi sumber aktivitas ekonomi perdesaan dan sumber pendapatan bagi kelompok petani miskin sebagai pemasok tenaga kerja. Hasil penelitian ini juga mengusulkan perlunya penguatan kelembagaan desa yang profesional dengan membentuk pusat koordinasi dan konsultasi pembangunan desa (PK2PD). Fungsi dan peran PK2PD sangat strategis dan merupakan bentuk one stop service bagi setiap program yang akan masuk ke desa selain program rutin pemerintah desa. Oleh karena itu, PK2PD ini harus memiliki legitimasi formal sebagai lembaga desa dengan kemampuan untuk melakukan koordinasi baik vertikal maupun horizontal dengan institusi terkait. Dengan model ini semua program dan kegiatan terkait penguatan ketahanan pangan dan pengurangan kemiskinan yang sumber pembiayaannya berasal dari berbagai insitusi akan terintegrasi secara baik, tepat sasaran, dan efektif.Faktor penunjang dalam model pengurangan kemiskinan melalui penguatan ketahanan pangan mencakup 1) pembiayaan, 2) stakeholders, 3) keberlanjutan model, 4) keterbatasan model, dan 5) contoh hipotetis dari implementasi model melalui program tani sejahtera. Disimpulkan: 1) model pengurangan kemiskinan melalui penguatan ketahanan pangan ini dapat memberikan informasi dan masukan bagi pengambil kebijakan dengan melihat persoalan kemiskinan di masyarakat petani; 2) perubahan paradigma pembangunan pertanian menjadi landasan dalam menciptakan sinergi stakeholders mengarah pada usaha tani yang kondusif dan menyejahterakan petani; 3) penguatan aspek ketahanan pangan ditambah kepedulian terhadap aktivitas usaha tani skala kecil dan pemberdayaan masyarakat perdesaan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan; 4) penetapan target dan sasaran program menjadi faktor penting agar setiap pembiayaan pembangunan yang diimplementasikan dalam setiap program dan kegiatan dapat berjalan secara efektif; 5) keberadaan kelembagaan perdesaan yang mampu memberikan informasi yang akurat dan mampu mengoordinasikan berbagai bantuan program dan kegiatan di tingkat desa sangat membantu dalam mencapai tujuan pengurangan kemiskinan. Disarankan: 1) perlunya perubahan paradigma pembangunan ketahanan pangan yang lebih berpihak pada kepentingan masyarakat miskin terutama pelaku usaha tani di perdesaan; 2) arah kebijakan pembanguanan pertanian harus melibatkan seluruh stakeholders agar mampu mendukung upaya penciptaan iklim usaha tani yang kondusif dan meningkatkan kesejahteraan petani; 3) upaya penguatan ketahanan pangan harus memperhatikan aspek keberpihakan pada kebutuhan petani miskin dan pemberdayaan mayarakat perdesaan; 4) penetapan target dan sasaran penguatan ketahanan pangan harus secara efektif mampu menjangkau petanimiskin yang tidak memiliki akses terhadap sumber daya pertanian melalui berbagai bentuk program dan insentif yang dibutuhkan oleh petani. (2011)
|