Kecamatan Wadaslintang mempunyai potensi pertambangan berupa andesit, diabas, batupasir, sirtu, tanah urug, breksi, batu mulia dan kaolin. Sejalan dengan peningkatan pembangunan, kebutuhan bahan tambang untuk memenuhi pembangunan bertambah secara signifikan, namun ketersediaan wilayah pertambangan tidak terakomodasi dalam Rencana Tata Ruang Wilayah. Paradigma pembangunan saat ini adalah pembangunan berkelanjutan sehingga penambangan yang dilakukan juga harus memperhatikan aspek kebencanaan. Untuk dapat mengakomodasi kepentingan penambangan dalam tata ruang wilayah, maka dilakukan kajian ini. Penelitian bahan tambang dilakukan dengan survei lapangan dan analisis laboratorium (petrografi, geokimia, difraksi sinar X, dan sifat fisik batuan) yang menghasilkan peta sebaran dan kualitas bahan tambang. Sedangkan penelitian kebencanaan dilakukan melalui survei lapangan serta analisis Citra Landsat menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP), sehingga didapatkan peta ancaman bencana. Peta sebaran bahan tambang dan peta ancaman bencana dilakukan proses tumpang susun, sehingga menghasilkan peta wilayah pertambangan. Kaolin tersebar pada area 17,26 ha, setelah dilakukan proses tumpang susun, maka wilayah yang layak tambang menjadi 14,76 ha (wilayah dengan tingkat ancaman bencana rendah dan sedang). Diabas tersebar 41,84 ha, mengalami penciutan menjadi 35,29 ha. Kalkarenit seluas 22,51 ha menjadi 5,88 ha; breksi andesit seluas 1.440,6 ha menjadi 838,92 ha, tanah merah 55,06 ha menjadi 32,29 ha, batupasir 737,6 ha menjadi 523,4 ha. Wilayah pertambangan yang dihasilkan dari proses tumpang susun antara peta ancaman bencana dengan peta potesi tambang lebih layak diterapkan untuk mengurangi resiko yang terjadi akibat penambangan.
Buletin Sumber Daya Geologi, Vol. 12, No. 3. Hal. 166-182
ISSN 1907-5367
(2017)