Description
|
Provinsi Kalimantan Timur memiliki wilayah perbatasan di sebelah utara dengan negara bagian Sabah (Malaysia Timur) serta di bagian barat dengan Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, dan Serawak (Malaysia Timur). Wilayah di sebelah timur berbatasan dengan Selat Makassar dan Laut Sulawesi. Adapun di sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Selatan. Wilayah perbatasan Kalimantan Timur berada di kawasan pantai di Kecamatan Nunukan, Sebuku, dan Sebatik. Pemilihan Pulau Nunukan dan Sebatik sebagai lokasi penelitian mengingat semakin meningkatnya dinamika ekonomi, sosial, budaya, dan politik di antara kedua masyarakat yang berbatasan dengan negara ini. Mencuatnya Pulau Nunukan dan Sebatik dapat dilihat dari tiga peranan penting yang dimainkan. Pertama, migrasi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) menuju Tawau Sabah Malaysia. Kedua, semakin meningkat dan berkembangnya wilayah Nunukan dan Sebatik dalam perkebunan kelapa sawit yang meminta perhatian dalam penyediaan lapangan kerja, pengolahan pascapanen, dan orientasi pengembangan ekonomi di masa depan. Ketiga, perdagangan lintas batas yang sudah ada sejak dahulu berusaha dijadikan modal untuk pengembangan perdagangan internasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji keterkaitan antara etnisitas, pengembangan sumber daya lokal, dan aktivitas perdagangan internasional di wilayah perbatasan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Adapun tujuan khususnya adalah 1) memahami persoalan etnisitas di wilayah perbatasan dari aspek ethno-history; 2) mengkaji modal sosial masyarakat, pengusaha, dan aparatur dalam kaitannya dengan aktivitas perdagangan, peningkatan kesejahteraan, serta ketahanan nasional dan nasionalisme; 3) mengkaji kelayakan ekonomi wilayah Pulau Nunukan dan Sebatik dalam kaitannya dengan kelayakan ekonomi untuk dijadikan salah satu kawasan perdagangan internasional di wilayah timur Indonesia; 4) menganalisis pengembangan sumber daya lokal, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia, dan aktivitas perdagangan internasional; 5) mengkaji kebijakan yang berkaitan dengan pembangunan masyarakat wilayah perbatasan khususnya pengembangan sumber daya lokal dan aktivitas perdagangan internasional/lintas batas. Kajian ini diperlukan untuk menggali sumber daya lokal, aktivitas perdagangan internasional, dalam konteks pembangunan kawasan regional yang dapat meningkatkan ketahanan nasional dan kesejahteraan masyarakat perbatasan. Pada tahun pertama penelitian dilakukan di Pulau Nunukan dengan melihat masalah etnisitas di daerah perbatasan dan aktivitas perdagangan internasional yang melibatkan penduduk di wilayah perbatasan, serta potensi wilayah untuk membangun sarana dan prasarana untuk kawasan wisata. Adapun pada tahun kedua dikaji masalah modal sosial dengan melihat pada jaringan sosial, rasa saling percaya, dan pranata sosial yang berkaitan dengan aktivitas perdagangan internasional. Sementara itu, pada tahun ketiga penelitian lapangan dilakukan di beberapa desa di Kecamatan Nunukan, terutama Desa Binusan dan Kecamatan Sebatik. Data yang digunakan berupa data primer yang didapatkan dari penelitian lapangan yang menggunakan teknik observasi, wawancara mendalam, focus discussion group (FGD), serta penyebaran kuesioner. Adapun data sekunder diperoleh melalui literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mencuatnya Pulau Nunukan dan Sebatik ke permukaan sehubungan dengan adanya jalur sosial, ekonomi, budaya, dan politik yang melintas di perairan ini. Hal ini berkaitan dengan migrasi yang dilakukan para TKI menuju Tawau Sabah, Malaysia. Kondisi geografis menyebabkan tingkat migrasi penduduk tinggi sehingga tingkat perkembangan penduduk di Kabupaten Nunukan juga tinggi. Oleh karena itu, untuk dapat menghadapi intensitas persaingan antarwilayah, perlu dibangun sebuah jaringan regional (regional network). Sementara itu, dalam rangka menghadapi persaingan di wilayah yang lebih luas, perlu dilakukan kerja sama dengan beberapa wilayah di negara tetangga, seperti Tawau, Kuching, Bandar Seri Begawan, dan Davao. Para pendatang menjadikan Pulau Nunukan sebagai tempat transit dan sebagai tujuan akhir. Banyaknya pendatang baru ini menyebabkan Pulau Nunukan memiliki penduduk dengan kelompok etnik dan budaya yang beragam. Masyarakat di Pulau Nunukan yang terdiri atas berbagai kelompok etnik tampak hidup harmonis, mereka tidak ingin terjadi konflik antaretnik. Tokoh masyarakat dari berbagai kelompok etnik sangat berperanan dalam menyelesaikan setiap masalah yang ada. Di samping itu, pembayaran denda dan upacara adat juga merupakan jalan untuk menyelesaikan permasalahan. Adapun di Pulau Sebatik, orang Bugis merupakan kelompok yang dominan. Masyarakat Sebatik yang relatif sederhana dari segi infrastruktur dan kecamatannya terlihat lebih damai dan belum terlihat adanya konflik antarkelompok yang hidup berdampingan. Isu politik lokal masih dalam level kecamatan, sementara di Pulau Nunukan sudah pada level kabupaten sehingga lebih kompleks dan lebih tinggi pertarungan politik lokalnya. Saran yang diajukan dari hasil penelitian ini adalah 1) untuk mendapatkan perbandingan yang seimbang, penelitian juga dilakukan di daerah perbatasan lain, seperti di wilayah Sabah Malaysia Timur; 2) pembahasan lanjutan perlu dilakukan antara tim peneliti dengan instansi terkait di daerah penelitian yang bersifat multiyears agar manfaat penelitian dapat terlihat; 3) isu tentang batas bebas fiskal yang hanya RM 600 perlu dibicarakan antarnegara; 4) kepastian lokasi gerbang perbatasan antara Sebatik, Nunukan, dan Tarakan perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah pusat; 5) suplai produk Indonesia ke wilayah perbatasan perlu difikirkan agar ketergantungan dengan negara lain dapat dikurangi, terutama Malaysia; 6) untuk mendukung Nunukan sebagai wilayah perdagangan internasional, kapasitas sumber daya manusia (SDM) di wilayah perbatasan serta perbaikan infrastruktur perlu ditingkatkan; 7) pembangunan hendaknya terbagi secara adil dengan mempertimbangkan berbagai kelompok etnik sehingga potensi konflik dapat dihindari. (MAB) (2010)
|