Description
|
Penelitian ini bertujuan untuk menguasai teknologi pembuatan kawat dan pegas spiral shape memory alloy (SMA) berbasis NiTi untuk sensor-aktuator dan mengembangkan paduan berbasis NiTi sebagai sensor-aktuator. Penelitian dilaksanakan dalam waktu tiga tahun. Tahun 2010 dilakukan 1) penguasaan teknologi pembuatan ingot dan kawat paduan biner NiTi dan karakterisasi transformasi fasa, struktur mikro dan sifat termomekanik; 2) pembuatan kawat NiTiCu dan penelitian eksploratif mengenai perbandingan Ni/Ti dan unsur transisi Fe, Cr, Co, Mo, Nb, dan Sn terhadap perilaku transformasi fasa dan struktur mikro. Kawat shape memory Ni-Ti yang dihasilkan tahun ini memiliki karakteristik shape memory yang sesuai dengan Ni-Ti komersial. Penambahan Cu ke dalam paduan NiTi dapat meningkatklan regangan rekoveri mutlak menjadi 9,29-9,70%. Tahun 2011 dilaksanakan penelitian lanjutan terhadap 1) pengaruh unsur-unsur pada tahun pertama yang dapat memperbaiki sifat shape memory alloy NiTiCu; 2) penelitian mengenai pengaruh perlakuan panas (solution annealing dan aging) pada kawat paduan NiTiCu; 3) penelitian karakteristik elektro kimia (korosi) termasuk desain dan pembuatan pegas aktuator dari paduan berbasis NiTiCu. Hasil tahun kedua menunjukkan bahwa peningkatan rasio Ni/Ti di dalam paduan Ni-Ti-Cu dapat meningkatkan fraksi fasa TiO,4NiO,O35 yang menurunkan kemampuan kerja paduan. Unsur keempat yang ditambahkan ke dalam paduan NiTiCu memodifikasi fasa yang terdapat di dalam paduan pada suhu kamar dengan cara yang berbeda, yaitu dengan menekan fasa B19’ (NiTi) dan fasa B19’ (TiNiO,8CuO,2) untuk X=Fe, Co, Nb, dengan memunculkan fasa presifiat untuk X=Sn, Cr, dan dengan menekan fasa B19’ (TiNiO,8CuO,2) untuk X =Mo. Kawat NiTi pada kondisi solution treatment 900°C/30 menit memiliki SME dua arah yang lebih besar daripada kawat NiTi pada kondisi aging 400°C/30 menit. Kawat NiTiCu kondisi paduan (solution treatment and aging) terlihat tidak berpengaruh terhadap SME dua arah. Penambahan Cu ke dalam paduan NiTi berpengaruh lebih besar terhadap SME dua arah pada kawat dalam kondisi aging dibandingkan pada kawat dalam kondisi solution treatment. Paduan NiTiCuFe, SME satu arah, dan SME dua arah paduan dalam kondisi anil lebih besar dibandingkan dengan paduan dalam kondisi pengerjaan dingin. Paduan NiTiCuFe memiliki fraksi-fraksi presipitat yang lebih besar dengan ukuran presipitat yang lebih halus daripada paduan NiTiCu. Presipitat pada paduan dalam kondisi pengerjaan dingin memiliki ukuran yang lebih halus dibandingkan pada paduan dalam kondisi anil baik pada paduan NiTiCu maupun NiTiCuFe. Paduan NiTiCuFe memiliki SME yang lebih rendah dibandingkan paduan NiTiCu disebabkan efek penekanan Fe terhadap transformasi fasa B19’. Tahun 2012 dilakukan pembuatan alat karakterisasi siklus termal pegas NiTi, karakterisasi termo-mekanik kawat dan pegas aktuator berbasis NiTi, pembuatan model kawat dan pegas aktuator SMA berbasis NiTi, dan pembuatan model aplikasi yang menggunakan sensor-aktuator SMA berbasis NiTi. Hasil tahun ketiga menunjukkan penambahan unsur keempat selain berpengaruh terhadap struktur mikro paduan, berpengaruh juga pada sifat mekanik.Unsur Fe dan Ti masing-masing menurunkan kekerasan, sedangkan unsur Nb dan W menaikkan kekerasan paduan. Perlakukan aging secara umum mempunyai pola pengaruh yang sama pada NiTi, NiTiCu,dan NiTiCuFe, yaitu menurunkan intensitas puncak fasa martensit pada suhu rendah, dan pada suhu tinggi kembali meningkatkan intensitas. Pengukuran siklus termal pegas, suhu transformasi bergeser naik dengan bertambahnya gaya tekan pegas bias, dimana nilai peningkatan suhu transformasi austenite (As dan At) lebih besar dari suhu transformasi martesit (Ms dan Mt). Histeresis suhu bertambah dengan naiknya gaya tekan pegas bias. Hal yang sebaliknya terjadi pada parameter defleksi, yaitu defleksi semakin mengecil dengan meningkatnya gaya tekan pegas balik. Semakin besar perbandingan d/D (d= diameter kawat, D = diameter pegas) pada panjang pegas dan gaya penekanan yang sama, grafik histeresis makin bergeser ke kanan yang berarti bahwa suhu transformasi makin meningkat. Pengaturan aliran fluida dilakukan untuk aliran fluida yang berbeda pada kondisi temperatur kerja normal (T<90) dan pada kondisi temperatur tinggi (T>90) untuk memperoleh kinerja yang optimal dan mengurangi losses tenaga yang digunakan untuk mengalirkan fluida. (2012)
|