Description
|
Pengembangan ikan puyu (Anabas testudineus) komoditas perikanan lokal bertoleransi hidup tinggi sebagai sumber protein hewani. Ikan puyu (Anabas testudineus) merupakan ikan air tawar yang memiliki kemampuan hidup dengan toleransi terhadap kualitas air yang luas. Di beberapa daerah (Kalimantan dan Sumatera) ikan ini memiliki nilai jual tinggi dibandingkan ikan-ikan perairan umum lainnya. Kendala budidaya saat ini adalah rendahnya ketersediaan benih untuk dibesarkan, sedangkan pemijahan secara alami masih sulit dilakukan di tempat terkontrol. Untuk melestarikan keberadaan ikan puyu, sistem dan teknologi budidayanya harus menjadi prioritas.Penelitian ini bertujuan untuk karakterisasi induk ikan puyu, optimalisasi produksi anakan dengan teknik pemijahan buatan, ujicoba sebagai komoditi perikanan, mengawinsilangkan induk ikan yang berbeda strain untuk memperoleh keturunan hibrid, serta uji aplikasi budidaya polikultur hasil hibridisasi dengan ikan patin dan lele. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Akuatik, Pusat Penelitian Limnologi LIPI, Cibinong dan perairan umum Kabupaten Kuantan Singingi, Riau. Eksplorasi induk dan calon induk dilakukan di perairan umum Kabupaten Kuantan Singingi, Riau. Pengamatan habitat ikan meliputi kualitas air, tipe sedimen, vegetasi air, dan ripa rian. Pengamatan juga dilakukan pada domestikasi induk/calon induk, pemijahan, laju penetasan, pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva, hibridisasi, uji produksi pembesaran secara monokultur, dan polikultur. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh informasi bahwa ikan puyu dapat dikembangbiakkan dengan teknik rangsang pijah melalui penyuntikan hormon. Kualitas habitat di perairan alaminya cenderung asam (pH 4,0-6,5), berarus lambat, sedimen berlumpur dan berserasah, serta ditumbuh tanaman air yang miliki perakaran lebat dan halus. Ikan ini dapat dipijahkan secara rangsang pijah di laboratorium menggunakan hormon hipofisa. Pencucian telur sebelum menetas perlu dilakukan untuk meningkatkan tingkat penetasan dari 51,3±15,21% sampai 83,18±7,31%. Fekunditas berdasarkan berat induk antara 536±221 dan 713±240 butir per gram. Pada kondisi pH relatif asam (4,0-6,5) dan pada suhu air konstan (30-32°C), tingkat kelangsungan hidup larva sampai berumur 15 hari mencapai 49,05±10,80%. Perkawinan silang induk betina asal Kuansing (KSG) dengan induk jantan asal Purworejo (PRJ) dan dengan induk jantan asal Indramayu (IMY) memberikan hasil kelangsungan hidup larva paling baik. Kedua kombinasi silangan ini mampu meningkatkan kelangsungan hidup larva dari 4,95% menjadi sekitar 18%. Media pemeliharaan ikan puyu yang paling baik adalah menggunakan jerami sebagai naungan/tempat sembunyi dan berpotensi sebagai tempat tumbuh pakan alami. Tingkat keberhasilan pemeliharaan larva hasil perkawinan tanpa hibridisasi hingga ukuran siap ditebar di kolam (± 1 cm) baru mencapai 49,05% pada umur 20 hari dan 4,57% pada umur 30 hari. Pada pemijahan inbreeding variasi ukuran akan cenderung lebar dan homogenitasnya rendah. Hibridisasi antar strain yang memiliki jarak genetik jauh dapat meningkatkan kelangsungan hidup larva sampai 50,64% pada umur 20 hari dan 18,47% pada umur 30 hari. Ikan puyu bersifat kanibal sehingga disarankan budidaya ikan puyu secara polikultur sebaiknya berukuran lebih kecil dari ikan utamanya. (2012)
|