Description
|
Pemanfaatan rusa sebagai sumber pangan (daging) belum dilakukan secara legal dan belum memenuhi kriteria indukan bibit, baik dari sifat fenotipik (kuantitas) maupun sifat genetik (kualitas). Kedua kriteria tersebut dipakai sebagai dasar dalam usaha pemuliabiakan ternak rusa menjadi hewan komoditi pangan. Hambatan lain dalam usaha memanfaatkan daging rusa sebagai sumber pangan adalah belum tersedianya informasi tentang kriteria bibit rusa sambar dan belum ada keterpaduan antara Dirjen Peternakan, Departemen Pertanian, dan Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan dalam hal pengelolaan dan pemanfaatan produk penangkaran rusa. Tujuan penelitian, 1) memanfaatkan sumber keragaman hayati sebagai sumber protein hewani tanpa menurunkan populasi di alam; 2) tersedianya sumber indukan rusa sambar terseleksi untuk pengembangan usaha peternakan rusa. Tujuan khusus penelitian, 1) memperoleh landasan hukum dalam pemanfaatan rusa hasil penangkaran sebagai usaha peternakan; 2) memperoleh kriteria indukan rusa sambar sebagai sumber indukan terseleksi secara fenotipik dan genotipik pada sentra penangkaran rusa di UPTD Penajam, Kaltim. Untuk mendapatkan kriteria indukan rusa sambar, dilakukan analisis fenotipik berdasarkan ukuran morfometri dan berat badan serta analisis kualitas genetik untuk mengetahui tingkat keragaman atau kestabilan genetik pada populasi di wilayah sebaran dan di tingkat penangkaran. Analisis genetik menggunakan control region dan gen Cytochromb mtDNA. Dalam penelitian ini digunakan populasi rusa sambar di Penangkaran UPTD Pembibitan dan Inseminasi Buatan, Dinas Peternakan Panajam, Kaltim. Analisis morfometri dari populasi dasar (G0) terseleksi sebanyak 69 ekor induk, di antaranya terdapat 60 ekor betina dan 9 ekor jantan berdasarkan bobot badan di atas 76,39+/-11,91 kg pada betina dan 113,39 +/-5,53 kg pada jantan. Kualitas genetika populasi rusa di penangkaran mengalami penurunan dibandingkan dengan populasi rusa sambar di alam. Hasil tersebut ditunjukkan oleh jarak genetik (d) dan perbedaan nucleotide () yang memiliki indeks jauh di bawah populasi alam. Pada control region keragaman nucleotide () 0,015906 dan jarak genetik (d) 0,008+/-0,002; gen Cytochromb jarak genetik 0,020+/-0,004 (d) dan keragaman nucleotide () 0,019. Adapun pada populasi alam menunjukkan tingkat keragaman yang tinggi pada control region dengan keragaman nucleotide () sekitar 0,0459 dan jarak genetik (d) 0,032+/-0,009 dan gen CytB memiliki keragaman nucleotide () lebih rendah yaitu 0,0264 dan jarak genetik (d) 0,027+/-0,006. Rendahnya indeks pada gen Cytochromb menunjukkan kemurnian rusa sambar yang diamati. Turunnya kualitas genetik rusa di penangkaran disebabkan oleh tekanan lingkungan, seperti luas area, ketersediaan pakan, populasi kecil, dan tingginya perkawinan dalam atau inbreeding. Aspek legalitas dilakukan melalui pertemuan dan koordinasi dengan Kementerian Pertanian, Dirjen Peternakan, peneliti dan pemerhati rusa, serta Pemda Kalimantan Timur. Koordinasi dengan pihak-pihak tersebut menghasilkan rekomendasi dalam pemanfaatan rusa sebagai hewan ternak pada masa yang akan datang. (CA) (2010)
|