Description
|
Pemanfatan ruang wilayah Jabodetabek memiliki kecenderungan berpihak kepada kepentingan ekonomi secara maksimal. Upaya itu diikuti oleh eksploitasi sumber daya ruang untuk mendukung kepentingan tersebut, seperti pengembangan kawasan pemukiman, komersial, dan rekreasi beserta sarana dan prasarana pendukungnya. Eksploitasi sumber daya ruang yang tidak mempertimbangkan peran sumber daya lain dalam suatu sistem yang saling terkait akan menyebabkan kerugian di masa mendatang. Perubahan tutupan lahan dari kawasan resapan menjadi kawasan terbangun di hulu telah menyebabkan terganggunya fungsi kawasan hulu sebagai penyimpan air sehingga ketersediaan sumber daya dan kualitas air juga menurun. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan penataan ruang yang optimal untuk menjamin ketersediaan dan kelestarian sumber daya air di wilayah Jabodetabek, serta menghasilkan suatu konsep akademis yang dapat membantu masing-masing daerah admisitratif dalam wilayah Jabodetabek untuk menyepakati perannya dalam satu sistem pengelolaan sumber daya air. Sasaran penelitian adalah inventarisasi tata ruang dan pemanfaatan lahan, kebutuhan air domestik, dan ketersediaan sumber daya air di wilayah Jabodetabek; evaluasi peggunaan lahan 2006 dan RTRW 2010 terhadap fungsi kawasan Jabodetabek, pemodelan perubahan lahan pemukiman untuk prediksi kebutuhan air serta pemodelan nilai lahan untuk pemukiman berdasarkan nilai tanah dan nilai air bersih tersedia; penyusunan model hidrologi untuk simulasi skenario penataan ruang sebagai pendekatan optimasi penataan ruang yang menjamin ketersediaan dan kelestarian air wilayah Jabodetabek. Analisis inventarisasi tata ruang dan pemanfaatan lahan pemukiman dilakukan dengan tumpangsusun antara peta RTRW 2010 dengan peta penggunaan lahan 2006 menggunakan software arcview. Inventarisasi kebutuhan air berdasarkan jumlah penduduk dilakukan melalui pembuatan peta berdasarkan peta sebaran pemukiman per desa dikaitkan dengan kebutuhan air per penduduk per hari. Inventarisasi ketersediaan sumberdaya air di wilayah Jabodetabek dilakukan melalui analisis hujan wilayah Jabotabek dengan metode Poligon Thiessen. Penyusunan peta tanah dan air bersih tersedia dilakukan melalui penyusunan peta digital elevation model (DEM), penyusunan daerah layanan PDAM berdasarkan jarak dan beda tinggi terhadap intake. Penyusunan model hidrologi dilakukan dengan penyusunan skenario tata ruang, pemodelan hidrologi metode Stanford Watershed Model IV, dan analisis sensitivitas, simulasi, serta optimasi. Berdasarkan peta nilai air bersih tersedia dapat disimpulkan bahwa biaya untuk penyediaan air bersih di Jabodetabek masih cukup murah. Adapun dari peta nilai lahan diperoleh bahwa nilai lahan yang paling tinggi berada pada pusat-pusat kegiatan baik itu industri maupun perkotaan yang juga linear terhadap fasilitas transportasi berupa jalan, jalan tol, pintu tol, dan stasiun kereta api. Nilai lahan yang paling rendah berada pada daerah yang jauh dari pusat pelayanan ataupun pada daerah dengan kelerengan yang tinggi. Ditinjau dari ketersediaan air, debit dengan probabilitas 90% pada sungai-sungai di wilayah Jabodetabek masih mencukupi untuk memenuhi kebutuhan air baku air bersih domestik Jabodetabek, namun prediksi kebutuhan air bersih domestik di wilayah Jabodetabek tahun 2016 tidak dapat dipenuhi oleh debit dengan probabilitas 90% sungai-sungai di wilayah tersebut. Hasil perhitungan menggunakan modifikasi program model Stanford Watersheet Management menunjukkan kecenderungan yang sesuai dengan data observasi debit aliran di daerah penelitian. Model dapat digunakan untuk memilih skenario tutupan lahan yang dapat menghasilkan debit aliran sungai yang paling sesuai dengan kebutuhan air bersih di daerah penelitian. Hasil simulasi terhadap skenario yang telah disusun, tutupan lahan dari RTRW 2010 yang ada di daerah penelitian ternyata tidak mengakibatkan debit aliran rendah meningkat dan tidak menurunkan debit aliran tinggi. Hasil optimasi telah diperoleh tutupan lahan yang dapat menjamin kebutuhan air domestik di daerah penelitian dan meminimalisir perubahan daerah terbangun yang sudah ada, yaitu apabila kawasan lindung dan penyangga ditata sesuai dengan fungsinya, serta lahan dengan status hak milik dijaga seperti kondisi saat ini. (2011)
|