Description
|
Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk mengentaskan kemiskinan merupakan bagian Dari program global yang dideklarasikan pada World Summit on Information Society (WSIS) di Geneva tahun 2003 dan di Tunisia tahun 2005. Kesepakatan tersebut menekankan perlunya perhatian pemerintah untuk membangun akses dan pemberdayaan masyarakat terkait dengan TIK. Penerapannya pada tingkat lokal dilakukan melalui kerja sama UNDP, Bappenas, dan Kementerian Ristek dengan mendirikan telecenter di perdesaan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran penerapan TIK dalam pengentasan kemiskinan di Indonesia. Penelitian dilakukan tahun 2009-2010 dengan sampel empat telecenter di Provinsi Jawa Timur, satu telecenter di Daerah Istimewa Yogyakarta, satu Building Information Modelling (BIM), dan satu warintek di Jawa Barat, serta satu telecenter di Kendari Sulawesi Tenggara. Pengumpulan data melalui wawancara dengan pembuat kebijakan di tingkat pusat, antara lain Bappenas, Departemen Kominfo, Kemenristek, PDII LIPI, serta Dewan Teknolog Informasi dan Komunikasi Nasional. Di tingkat provinsi, wawancara dilakukan dengan Dinas Kominfo provinsi dan kota, sedangkan di tingkat desa dengan penanggungjawab dan anggota masyarakat yang sudah menggunakan informasi dalam bekerja. Hasil penelitian tahun 2009 menyimpulkan: 1) sumber daya manusia telecenter harus berasal dari daerah setempat supaya hemat biaya transpor, 2) telecenter berfungsi ekonomis, 3) beban biaya rutin memberatkan keberlangsungannya, 4) telecenter membutuhkan dukungan fasilitas komputer dan alat elektronik lainnya, 5) fungsi sebagai katalisator merupakan beban yang paling berat, 6) diperlukan kerja sama untuk perkembangan telecenter di perdesaan, 7) perlu dukungan prosedur pengiriman barang dan uang, dan 8) manajemen telecenter perlu peningkatan kapabilitas melalui pelatihan. Hasil penelitian tahun 2010 mencakup program, isu TIK untuk pengentasan kemiskinan, pelaksanaan telecenter di lapangan, kemiskinan, dan masyarakat perdesaan. Hasil penelitian terkait dengan program menunjukkan 1) program ini merupakan implikasi dari kesepakatan Indonesia pada tingkat global, 2) program ditinggalkan karena kelemahan institusional, dan 3) keterkaitan program dan sosialisasi mulai dari tingkat nasional hingga tingkat lokal kurang baik. Sementara itu, hasil penelitian terkait dengan TIK untuk pengentasan kemiskinan mengungkapkan 1) program dianggap tidak mungkin terlaksana; 2) dalam proses pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi kurang memberikan ruang bagi proses apropriasi individu ataupun masyarakat terhadap teknologi ini dan penggunaannya; 3) terdapat kesenjangan pemahaman terhadap program ini; 4) monitoring dan evaluasinya hanya fokus pada telecenter tempat implementasi program dan tidak kebirokrasi penunjangnya. Hasil penelitian terkait pelaksanaan telecenter di lapangan mengungkapkan: 1) modul program telecenter selain untuk pelaksana juga untuk pemberdayaan masyarakat, 2) pengaruh langsung dari telecenter yaitu ketersediaan akses informasi dan komunikasi bagi masyarakat sekitarnya dengan aktivitas bagi penduduk perdesaan yang memiliki ketertarikan pada ketersediaan akses, 3) pelatihan memudahkan pelaksanaan program, dan 4) pengaruh tidak langsung telihat dari pekerjaan yang lebih baik yang diperoleh pelaksana telecenter dan lebih percaya diri dibanding sebelum pelaksanaan program ini. Hasil penelitian terkait kemiskinan menyimpulkan 1) program pengentasan kemiskinan tidak dapat digeneralisasi, 2) program berbasis TIK membutuhkan indikator digital divide, 3) pemberdayaannya tergantung ketersediaan fasilitas komputer dan jaringan, dan 4) pengentasan kemiskinan menggunakan TIK kurang dipahami. Adapun hasil penelitian terkait masyarakat perdesaan menunjukkan bahwa 1) masyarakat yang mendapat bantuan dan intervensi merasa sangat terbantu, 2) perlu sosialisasi terus-menerus, 3) terjadi marginalisasi karena keterbatasan akses transportasi, informasi, dan komunikasi, dan 4) terjadi perubahan pola komunikasi pembangunan. Berdasarkan simpulan hasil penelitian tersebut, disampaikan rekomendasi strategi pada tingkat global, nasional, dan lokal. Rekomendasi strategi di tingkat global mencakup: 1) pemerintah perlu menyadari posisi Indonesia dalam kancah dunia global terkait interaksi individu, institusi, serta norma dan nilai; 2) TIK sudah menjadi kebutuhan, namun perlu strategi yang komprehensif terkait teknologi, pasar, konten, dan memperkuat jaringan antardinas; 3) perlu dilakukan kajian tentang alur pekerjaan dan birokrasi yang berkaitan dengan informasi. Strategi pada tingkat nasional mencakup: 1) peningkatan pendapatan petani melalui gerakan pertanian organik dengan dukungan telecenter untuk menanggulangi masalah mahalnya harga pupuk dan pestisida, 2) penilaian program perlu memperhatikan pandangan keputusan politik terkait industri pupuk dan pestisida, 3) membangun sistem yang sinergis dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki dan kebijakan yang ada, dan 4) perlu kesadaran bahwa kemiskinan adalah komoditas politik yang cenderung tidak diperhatikan. Sementara itu, rekomendasi strategi di tingkat lokal mencakup: 1) inisiatif Pemda Jawa Timur dalam lingkup TIK merupakan best practice hubungan yang sinergi yang perlu ditingkatkan dan disebarluaskan ke pemda lainnya, 2) telecenter dan bentukan lainnya yang berjalan sendiri, capaiannya perlu didukung dan dihormati, 3) program ini dapat dikembangkan dengan dukungan pembiayaan program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, 4) indikator capaian perlu disesuaikan dengan konteks masyarakat dan bentuk digital divide, 5) pengembangan program ini bagi masyarakat perdesaan dan terpencil sangat baik, namun perlu memperhatikan adanya konflik internal, dan 6) strategi kebudayaan untuk mengajarkan kepada masyarakat tentang literasi media yang berhubungan dengan komputer dan internet, (IS) (2010)
|