Description
|
Meningkatnya jumlah penduduk dan standar kehidupan masyarakat berdampak pada meningkatnya kebutuhan energi. Hal ini ditandai dengan meningkatnya berbagai peralatan, baik untuk kepentingan rumah tangga maupun industri, yang menggunakan teknologi canggih dan modern. Pertumbuhan ini menjadi dilema karena rasio elektrifikasi Indonesia tahun 2008 baru mencapai 66%, berarti 34% jumlah rumah tangga belum dialiri listrik. Energi yang diunggulkan dan diproduksi saat ini dalam skala besar berasal dari fosil atau tidak terbarukan, seperti minyak bumi, gas alam, dan batu bara. Untuk mengatasi keterbatasan energi fosil, pemerintah mendorong upaya kebijakan diversifikasi energi, yaitu dengan memaksimalkan energi baru terbarukan (EBT) sebagai alternatif. Implementasi pembangkit listrik tenaga mikro/mikrohidro (PLTMH) ditujukan untuk menambah rasio elektrifikasi rumah tangga dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menciptakan atau meningkatkan usaha produktif mereka. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan alternatif mekanisme pelaksanaan dan model kelembagaan dalam proyek PLTMH sebagai suatu strategi pengembangan dan implementasi PLTMH yang berkesinambungan sehingga dapat meningkatkan produktivitas usaha masyarakat perdesaan. Kegiatan penelitian mencakup tinjauan aspek implementasi, pemanfaatan, serta kelembagaan PLTMH yang dilakukan di enam PLTMH yang terletak di tiga daerah, yaitu satu PLTMH di Kabupaten Subang Jawa Barat; tiga PLTMH di Kabupaten Mojokerto Jawa Timur; dua PLTMH di Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan. Kegiatan dilakukan dengan cara melihat langsung dan berdialog dengan berbagai pemangku kepentingan, serta menganalisis implementasi dan pemanfaatan PLTMH. Langkah awal yang perlu dilakukan adalah mendapatkan model yang diinginkan dari kelembagaan PLTMH melalui kajian dan analisis praktik pengelolaan PLTMH yang sedang berjalan. Kegiatan tersebut adalah 1) mengidentifikasi dan menyusun gambaran umum implementasi adopsi PLTMH; 2) mengidentifikasi kesenjangan proses implementasi adopsi PLTMH; 3) mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat; 4) mengidentifikasi proses dan dampak implementasi terhadap produktivitas usaha masyarakat; 5) menyusun dokumentasi pemanfaatan/penggunaan PLTMH untuk usaha produktif masyarakat perdesaan; 6) menyusun model pengelolaan kelembagaan PLTMH untuk masyarakat perdesaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemangku kepentingan proyek PLTMH di ketiga daerah dilakukan oleh implementor dan pengelola berbeda. Beberapa faktor pendukung berhasilnya proyek ini adalah, 1) tersedianya air yang baik karena terpeliharanya daerah resapan dan sumber daya alam oleh masyarakat; 2) keberadaan pengelola yang dipercaya masyarakat dan tokoh masyarakat yang terpilih melalui proses partisipatif melibatkan berbagai pemangku kepentingan; 3) terciptanya rasa kebersamaan dan koordinasi yang baik antarpemangku kepentingan PLTMH serta keterlibatan masyarakat dan tokoh masyarakat, seperti kelompok perempuan, kelompok pemuda, dan tokoh masyarakat; 4) adanya kebijakan yang mendukung dari pemerintah dan peraturan pemerintah daerah setempat; 5) terselenggaranya peningkatan kapasitas mendukung masalah teknis seperti pengoperasian dan perawatan peralatan PLTMH dan masalah administrasi dan keuangan (finansial) untuk mendukung pengelolaan PLTMH dengan baik. Namun, ditemukan pula beberapa hambatan yang perlu dicarikan jalan keluarnya, di antaranya 1) kurang baiknya infrastruktur terutama jalan raya; 2) ketergantungan implementor dan pengelola terhadap industri pembuat turbin; 3) usia muda produktif bekerja di luar desa dan minat menjadi teknisi rendah; 4) sosialisasi listrik kepada warga kurang maksimal; 5) masih adanya birokrasi dalam pembentukan pengelola yang berbadan hukum. Direkomendasikan agar Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben), khususnya di Enrekang, segera melakukan langkah pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan kapasitas untuk menyiapkan serah terima pengelolaan kepada masyarakat. Dinas ini juga perlu berkoordinasi dengan dinas terkait, seperti Dinas Pekerjaan Umum untuk perbaikan jalan, Dinas UKM dan Industri untuk bidang ekonomi, Dinas Pertanian, dan lainnya untuk pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan. Di samping itu, perlu dibentuk model pengelolaan alternatif yang independen. Pengelola juga perlu memperhatikan perspektif gender dalam semua kegiatan pengelolaan, termasuk melakukan pelatihan yang kontinu tentang PLTMH dan lingkungan sekitar kepada generasi muda yang ada di daerah tersebut. Direkomendasikan juga agar sosialisasi mendalam tentang listrik, cara penanganan, manfaat serta peningkatan kehidupan masyarakat kepada kaum laki-laki dan perempuan. Selain itu, diperlukan kajian strategi usaha listrik berbasis PLTMH agar skema terkoneksi (on grid) menjadi bagian dari usaha masyarakat yang memanfaatkan lingkungan sekitar, serta menyadarkan masyarakat untuk menjaga hutan dan air serta lingkungan. (MAB) (2010)
|