Description
|
Ketersediaan air di daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung-Cisadane secara umum dalam kondisi sangat kritis, fluktuasi debit air permukaan sangat tinggi sehingga sering terjadi banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau. Salah satu penyebabnya adalah berkurangnya resapan air ke dalam tanah sebagai akibat dari alih fungsi lahan yang tidak terkontrol dan perubahan tutupan lahan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan cara/metode peningkatan kapasitas imbuhan air yang tepat, di kawasan hulu DAS Ciliwung-Cisadane untuk memperbaiki fungsi hidrologis, memperoleh gambaran kuantitatif dan spasial jumlah air hujan yang dapat diserap oleh tanah (air imbuhan) setiap satuan lahan, dan menentukan teknik pengelolaan sumber daya air yang dapat menjaga kelestariannya. Penelitian dilakukan tahun 2007-2009, dan prosedur yang digunakan secara umum adalah analisis spasial. Tahapan dalam pengolahan data mencakup penyusunan peta isohyets untuk menyusun distribusi hujan spasial, pemetaan tutupan lahan, dan perhitungan neraca air bulanan untuk pendugaan imbuhan. Pemetaan tutupan lahan menggunakan analisis data citra satelit dan pengamatan lapangan. Perhitungan imbuhan pada neraca air tanah digunakan metode curve number soil conservation services (SCS). Hasil dari penyusunan peta isohyets adalah persamaan regresi antara curah hujan bulanan dengan ketinggian (R2 = 0,75-0,99), peta isohyets curah hujan bulanan, dan peta isohyet intensitas hujan (R2 = 0,45-0,9). Peta tata guna lahan dibuat melalui analisis spasial citra aster tahun 2007 dan uji lapangan terhadap hasil klasifikasi citra aster tahun 2009. Tata guna lahan di DAS Ciliwung-Cisadane didominasi oleh kebun campuran (19,1 persen), tegalan (14,7 persen), pemukiman (19,5 persen), dan daerah industri (12 persen), sedangkan hutan primer dan sekunder hanya 9,48 persen. Produksi air harian pada musim hujan (Desember) tersebar relatif merata antara 100-500 mm, kecuali di daerah puncak gunung yang vegetasinya berupa hutan, perkebunan, dan kebun campuran. Pada musim kemarau (Juli), produksi air larian di daerah tengah sampai puncak gunung sebesar 0-0,0005 mm, sedangkan di daerah pemukiman sebesar 0,00005-50 mm. Produksi air larian terbesar terjadi di Cilincing, Kampung Baru, dan sekitarnya. Produksi evapotranspirasi tanah pada musim kemarau rata-rata 10-50 mm, kecuali di puncak gunung nilainya sangat kecil. Pada musim hujan nilai evapotranspirasi di daerah dataran sebesar 150-300 mm, sedangkan di daerah pegunungan 300-500 mm, dan yang terkecil dihasilkan di kota Bogor (10-50 mm). Perhitungan neraca air bulanan didasarkan hasil pengukuran tahun 2008. Produksi imbuhan air tanah dangkal pada bulan Juli sangat kecil (0-10 mm), kecuali sekitar aliran (10-100 mm). Pada bulan Desember produksi imbuhan air tanah dangkal di sebagian besar DAS Ciliwung-Cisadane sebesar 10-100 mm, dan yang terbesar di daerah bagian hulu sungai, yaitu 100-150 mm. Adapun produksi imbuhan air tanah dalam pada bulan Juli rata-rata 0-1 mm, kecuali pada aliran sungai dan sekitar kota Bogor, yaitu sebesar 1-2 mm. Pada bulan Desember produksi imbuhan air tanah dalam lebih jika dibandingkan bulan Juli dan yang terbanyak terjadi di hulu sungai, yaitu 2-10 mm. Dari total air hujan yang turun di DAS Ciliwung-Cisadane pada tahun 2008 sebesar 12.995, 3 juta m3 dapat dikuantifikasi menjadi 1) air luaran 5.909.06 juta m3 (45,5 persen); 2) menguap sebagai evapotranspirasi tanah dan tumbuhan 5.627,7 juta m3 (43,3 persen); 3) imbuhan air tanah dangkal 1.407,2 juta m3 (10,8 persen); 4) imbuhan air tanah dalam 51,3 juta m3 (0,39 persen). Hasil pengukuran infiltrasi di hulu DAS Ciliwung-Cisadane tahun 2009 menunjukkan kelas infiltrasi cepat (10-20 cm/jam) - sangat cepat (20 cm/jam). Hasil penelitian menunjukkan: 1) curah hujan mempunyai korelasi negatif dengan ketinggian pada bulan Agustus, September, dan Oktober, sedangkan pada bulan lainnya terjadi korelasi positif; 2) curah hujan rata-rata tinggi terjadi pada bulan Maret dan September, sedangkan Juli merupakan bulan paling kering; 3) hari hujan tertinggi pada bulan Januari dan terendah pada bulan Juli; 4) penggunaan lahan di DAS Ciliwung-Cisadane didominasi oleh kebun campuran, tegalan, pemukiman, dan daerah industri (65 persen), sedangkan hutan hanya 9,47 persen; 5) produksi air larian di daerah dengan tutupan lahan berupa hutan primer, sekunder, dan perkebunan lebih kecil dibandingkan daerah dengan tutupan lahan terbuka; 6) produksi air imbuhan air tanah dangkal yang terbesar terjadi di bagian hulu sungai yang tutupan lahannya berupa hutan dan perkebunan, serta tidak terjadi di Jakarta; 7) produksi imbuhan air tanah dalam yang terbesar adalah di bagian hulu DAS Ciliwung-Cisadane, dan hal ini tidak terjadi di wilayah Jakarta; 8) air hujan di DAS Ciliwung-Cisadane melimpas sebagai air larian (45 persen), menguap sebagai evapotranspirasi (43 persen), dan yang masuk ke dalam tanah hanya 11 persen. Berdasarkan kondisi fisik wilayah, teknik rehabilitasi yang akan dilakukan adalah dominan nonstruktural untuk daerah pegunungan dan dominan struktural untuk daerah bergelombang dan datar. Adapun teknik peningkatan imbuhan air tanah yang disarankan berdasarkan urutan skala prioritas adalah 1) lahan terbuka dan lahan tidur agar ditanami dan dibuat teras bila curam, 2) dilakukan terasering dan saluran air yang sejajar garis kontur untuk lahan pertanian, 3) dibuat sumur resapan pada lahan pemukiman yang padat dan yang permukaannya disemen, dan 4) dibuat cekdam untuk menghambat laju aliran air permukaan. Laporan hasil penelitian ini dilengkapi peta peningkatan imbuhan air tanah, peta curah hujan bulanan, peta evapotraspirasi, peta air larian, peta imbuhan air tanah dangkal, dan peta imbuhan air tanah dalam bulan Juli dan Desember 2008, serta peta tata guna lahan 2009. (IS) (2010)
|