Description
|
Pesta tindik telinga (mundoi) pada suku-suku bangsa di Teluk Sairera/i (Gelvink Buy/Teluk Cenderawasih) dimulai dengan dianyam sebuah tikar adat dengan motif kabila, perahu adat disiapkan pihak perempuan untuk dibayarkan kepada pihak laki-laki, dan makanan ditanggung pihak laki-laki. Dibuatkan adonan sagu berbentuk ular, ikan saku/sako (Tylosurus crocodilus), atau juga tikus tanah. Setelah itu ambil daun wing untuk bungkus sagu yang telah dibentuk menjadi adonan. Pukul 15.00-16.00 kedua belah pihak dansa di bawah podium yang telah dibangun untuk inisiasi tindik telinga anak, pihak laki-laki lempar daun wing kepada pihak perempuan dengan hitungan komando satu-dua-tiga, lemparan itu disambut pihak perempuan dengan daun tikar, mereka yang di perahu juga berdansa, mereka yang di rumah juga berdansa pakai tikar adat, dan menuju ke pukul 18.00-19.00 itu makin pasti. Anak-anak yang diinisiasi tindik telinga masuk ke dalam pesta menurut tata urutan usia, dari yang tertua hingga yang paling bungsu, dansa putar berbentuk angka delapan, setiap empat kali putaran pihak laki-laki membayar kepada pihak perempuan, anak-anak yang diinisiasi tindik telinga itu empat kali masuk ke dalam dansa, putaran pertama tikar dan perahu dipajang di hadapan, dan putaran keempat menjelang fajar. Sebuah podium dibangun di hadapan rumah, podium itu tangganya dari tebu baurai jenis tebu warna abu-abu, pukul 5.00 anak-anak peserta inisiasi tindik telinga naik lewat tangga tebu baurai itu ke dalam podium, itu waktu magis untuk menerima berkat dari fajar, para saudara laki-laki dari ibunya anak-anak peserta inisiasi tindik telinga itu nyanyikan lagu ami mengenai raja laut yang menguasai pasang-surut perairan Teluk Sairera/i, demikian juga anak-anak peserta inisiasi itu akan mengandalkan hidupnya pada kedahsyatan samudera bersama siklus pasang-surutnya, anak-anak peserta inisiasi tindik telinga itu diurapi oleh fajar ahafoye, dan sambil turun anak-anak peserta inisiasi tindik telinga itu injak sagu berbentuk ular, injak piring, dan injak tikar adat. Salah seorang saudara laki-laki ibu barangkali berpendapat bahwa anak pertama bawa malu artinya yang buka pintu rahim ibunya, dan juga beban mental akibat pergumulan yang melelahkan dalam permainan resiprositas maneta itu, oleh sebab itu anak pertama empat kali injak sagu berbentuk ular, dan selanjutnya injak piring, dan injak tikar. Salah seorang saudara laki-laki ibu barangkali berpendapat bahwa anak kedua ini kita sayang, dan serahkan barang ke podium. Peserta inisisasi tindik telinga duduk di tikar adat, tifa (pindotu/findotu) terus ditabuh, tua adat belah kelapa tua dengan alu-alu (daaru), air kelapa tua itu dicurahkan ke atas kepala anak-anak peserta ini inisiasi tindik telinga itu, dan saat itu tindik telinga dengan lidi daun sagu (atoroohi). Tindik telinga itu artinya pencapaian keutuhan anak secara adat. Jaman dahulu hidung dan daun telinga ditindik. Zaman sekarang ini hanya anak perempuan yang ditindik telinga, dan anak laki-laki dicukur rambutnya diberikan tanda saja pada hidung dan telinga serta diberikan hadiah/kenang-kenangan. (2023-11-22)
|