Description
|
Pegahaba Dangderia merupakan salah satu bentuk seni tutur yang hidup dan berkembang di daerah Aceh. Pada awalnya, pegahaba dangderia adalah seni di kerajaan untuk menyampaikan informasi kepada rakyatnya yang disampaikan oleh raja. Seni tutur ini kemudian berkembang menjadi seni tutur masyarakat untuk menyampaikan pesan-pesan moral kepada masyarakat. Pegahaba dangderia berbentuk syair yang dilagukan oleh seorang penutur, dan tidak diiringi dengan alat musik. Sebagai tambahan daya tarik pertunjukan sang penutur memakai alat bantu seperti pedang dan bantalan. Penutur juga melakukan gerakan-gerakan tertentu sesuai dengan isi cerita. Pegahaba biasa ditampilkan pada acara-acara seperti kenduri pernikahan. Pola cerita yang disampaikan diawali dengan pembukaan memberi salam dan doa denga menyitir beberapa ayat Al-Quran agar penutur dan penonton diberi keselamatan. Setelah memberi salam dan doa, penutur langsung bercerita dibantu dengan alat-alat sebagai properti pentas, yaitu pedang, galah/kayu, bantal terbungkus tikar pandan dan diikat dengan tali plastik. Alur cerita lurus dari awal hingga akhir. Pembawaan tuturan cerita diselang-seling dengan intonasi suara disesuaikan dengan cerita, jika sedih mendayu-dayu, dan jika marah menghentak-hentak dengan bantuan alat pedang, galah, dsb, serta mimik wajah yang menarik perhatian penonton diiringi dengan gerak tubuh tangan yang melambai-lambai layaknya menari, menjentikkan jari sehingga menimbulkan bunyi, dan sedikit bersenandung Penutur menggunakan baju koko dengan sarung, kepalanya diikat dengan kain, dan terdapat selempang di dadanya. Asesori atau properti tidak mempunyai makna yang berkaitan dengan jenis tuturan dan hanya dipakai untuk tampilan agar menarik minat penonton. Waktu pertunjukan sekitar 20 menit dan tidak terikat oleh masa tertentu. (2023-11-20)
|