Description
|
Padang lamun di pantai Bintan Timur memiliki keaneka-ragaman jenis yang tinggi dengan 10 jenis lamun dari 12 jenis yang ada di Indonesia. Banyak lokasi pengamatan memiliki%tase tutupan dan biomassa yang tinggi. Secara keseluruhan, lamun berada dalam kondisi yang masih baik. Kondisi tersebut memberikan produk dan jasa lingkungan kepada masyarakat yang hidup di sekitarnya, khususnya dalam bentuk produk perikanan dan jasa (keindahan alam) di sektor pariwisata. Di sisi lain, lamun menghadapi ancaman besar di kemudian hari karena sepanjang pantainya tersebar lebih dari 20 hotel/resor dan restoran serta tempat-tempat wisata yang berpotensi menimbulkan proses eutrofikasi sehingga kualitas lamun dapat terdegradasi jika sistem limbah tidak ditangani dengan baik. Dalam Undang-Undang No. 27 Tahun 2007, tentang "Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil" mewajibkan seluruh kabupaten/kota untuk menyusun empat rencana, yakni Rencana Strategis, Rencana Zonasi, Rencana Pengelolaan, dan Rencana Aksi. Dari empat rencana tersebut, Rencana Zonasi yang mengatur ruang dan pemanfaatan suatu ekosistem serta sumber daya hayati adalah ranah yang paling cocok dan bisa dikerjakan oleh P2O LIPI. Oleh karena alasan ini, penelitian ini dilakukan. Penelitian ini dilakukan sejak tahun 2008 dengan mengambil lokasi di empat desa yang memiliki padang lamun luas dengan kondisi yang masih baik, yaitu Desa Pengudang, Berakit, Malang Rapat, dan Teluk Bakau. Adapun tujuan penelitian ini adalah: (1) Mengkaji bio-ekologi lamun (seagrass) guna mengetahui kondisinya secara rinci, (2) Memetakan lamun guna mendapatkan gambaran kecocokan lahan bagi penentuan zonasi pengelolaan lamun, (3) Mengkaji aspek sosial-ekonomi-budaya masyarakat sehingga dapat diketahui persepsi dan tingkat kesadaran mereka terhadap pengelolaan lamun, dan (4) membangun demplot Daerah Perlindungan Padang Lamun (DPPL) guna menunjang perencanan zonasi sesuai ketentuan UU No. 7 Tahun 2007. Sasaran penelitian adalah terjaganya kelestarian lamun agar dapat terus memberikan produk dan jasa lingkungan bagi masyarakat lokal, dengan indikator berupa meningkatnya pengetahuan dan kesadaran lingkungan mereka yang ditandai terwujudnya DPPL dan peraturan daerah (perda), serta meningkatnya kesejahteraan masyarakat. Pada tahun 2008 telah berhasil dibuat draf kasar Rencana Zonasi pengelolaan lamun di lokasi pengamatan berdasarkan hasil penelitian intensif berupa kajian bio-ekologi lamun, pemetaan menggunakan data citra satelit, dan pertemuan serta diskusi dengan masyarakat (FGD). Hasil draf zonasi berupa penetapan calon kawasan perlindungan/konservasi lamun (Desa Pengudang dan Desa Berakit Utara), kawasan pemanfaatan terbatas (Desa Berakit Timur), dan kawasan pemanfaatan penuh, khusus untuk pariwisata (Desa Malang Rapat dan Teluk Bakau). Pada tahun 2009, hasil yang dicapai berupa zonasi pengelolaan lamun yang lebih rinci berdasarkan kajian lapangan yang lebih rinci pula, khususnya di titik-titik yang telah disarankan pada tahun lalu untuk dijadikan DPPL melalui pengamatan bio-ekologi (jenis lamun, persen penutupan, biomassa lamun). Pemetaan rinci menggunakan data citra dan pemetaan batimetri (kedalaman) perairan dangkal menggunakan echosounder. Hasil zonasi pun dikelompokkan menjadi lebih rinci lagi yang mencakup kawasan, zona, dan subzona. Kawasan mencakup, kawasan lindung dan kawasan pemanfaatan. Pada kawasan lindung terdapat zona perlindungan lamun (DPPL), dan zona pemanfaatan terbatas (dari garis pantai hingga tubir dengan aktivitas mencari kerang pada air surut, memasang bubu ketam dan menambat kelong). Pada kawasan pemanfaatan terdapat: zona alur pelayaran, zona perikanan tangkap (lebih kurang 4 mil, dengan alat tangkap jaring, pancing, kelong apung), dan zona pariwisata dengan sub-zona: wisata rakyat, ekowisata, wisata menyelam, dan wisata komersial (resor/hotel dan restoran). Hasil pekerjaan ini didiskusikan dalam FGD bersama masyarakat desa. Pada FGD ke-dua masyarakat akhirnya sepakat dan mau memberikan persetujuan pendirian DPPL di masing-masing desa. Tiga DPPL dibuat, yaitu di Desa Berakit, Malang Rapat, dan Teluk Bakau, dengan luas berkisar 2-4 hektar. Pada zona DPPL, masyarakat menyepakati untuk melarang melakukan kegiatan apapun di lokasi tersebut. DPPL ini dijaga oleh kelompok masyarakat (pokmas) yang dibentuk di setiap desa. Sebagai kesimpulan, dalam dua tahun (2008-2009) proyek kompetitif LIPI telah memberikan pembelajaran mengenai lamun, ekosistem lamun, fungsi dan manfaat lamun kepada masyarakat pada empat desa di Pulau Bintan bagian Timur yang menyebabkan pengetahuan tentang lamun serta kesadaran untuk melestarikan lamun meningkat yang ditunjukkan dengan terwujudnya 3 DPPL. Langkah penting selanjutnya yang harus dilakukan adalah menambah stok (restocking) biota (kerang-kerangan, teripang, kuda laut) di setiap DPPL agar stok meningkat, melakukan monitor dan evaluasi untuk melihat kemajuan dan efektivitas DPPL, mengetahui apakah DPPL terbukti dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Karena proyek penelitian kompetitif ini telah selesai, selanjutnya pemerintah daerah perlu mengambil alih dan meneruskan sehingga masyarakat bisa melihat hasilnya. (Pengarang) (2009)
|