Eksploitasi telur dalam perikanan ikan terbang diperkirakan akan sangat mempengaruhi stok perikanannya. Walaupun ada indikasi bahwa produksi perikanan ikan terbang, baik ikan dan telur mengalami kecenderungan menurun dalam dua dekade terakhir, namun usaha-usaha konservasi dan pengelolaannya sudah mulai dipikirkan, yaitu dengan memulai riset secara sistematik dan terarah. Riset perikanan ikan terbang di Indonesia sudah dimulai sejak tahun pertengahan 1970-an, namun cakupannya masih sangat sempit, lebih fokus pada teknologi penangkapan (Manggabarani, 1976; Nessa et al., 1977; Mallawa, 1978). Kemudian, pada tahun 1980, peneliti dari Universitas Hasanuddin memulai riset yang lebih mendalam untuk aspek reproduksi (Ali, 1981), namun lokasi penelitian sangat terbatas hanya di perairan Selat Makassar dan Laut Flores. Tahun 1990, penelitian perikanan ikan terbang tetap dilakukan namun secara sporadik (di beberapa lokasi dengan berbagai aspek) (a.l. Peristiwady et al., 1991; Nessa et al., 1992; Ali dan Nessa, 1993; Wijanarko, 1994; Ali, 1994; Andamari dan Zubaidi, 1994; Nessa et al., 2005; Rizal, 1996). Selanjutnya, diawal abad 21, penelitian ikan terbang di Selat Makassar dan Laut Flores kembali semarak dengan sedikitnya ada 4 kajian yang mendalam (Baso, 2004; Sihotang, 2005; Ali, 2005 dan Yahya, 2006). Dalam kurun waktu yang sama (2004 – 2006), LIPI lewat program Sensus Biota Laut mencoba untuk mengkaji kembali ikan terbang sebagai salah satu komoditi perikanan yang dapat diunggulkan (Syahailatua, 2004, 2005). Diharapkan konsep akademik Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP) ikan terbang sudah dapat segera dikerjakan, sehingga masa depan perikanan ikan terbang tetap terjamin.
Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) III ISOI 2006. Hlm: 194-200
(2006)